1. Jangan pernah menganggap anak bodoh atau tak tahu
apa-apa Berbeda dengan anggapan banyak orang dewasa ini, anak yang paling kecil
sekalipun sebenarnya sudah menyerap banyak hal dari lingkungannya. Ia melihat,
merasakan, mendengar dan memikirkan (meski masih dalam kapasitas yang
terba-tas). Kadang-kadang bahkan dengan kepekaan yarg luar biasa. Expect more
they’ll give you more.
2. Hati-hati dengan kemampuan orang tua menghipnotis anak
Prinsip programming komputer garbage in garbage out (sampah yang masuk, sampah
yang keluar), benar—benar terbukti dalam pendidikan anak. Kalau orang tua ingin
memperoleh output yang berkualitas, masukkanlah bahan-bahan mentah yäng baik.
Pujian, pengharga-an, kata-kata manis, omelan yang proporsional dan tidak
rnerendahkan harga diri anak; semuanya menentukan output itu. Sebaliknya,
celaan dan hinaan akan menghipnotis anak bahwa dirinya tak berharga sampai ia
dewasa.
3. Dibutuhkan kelenturan dan fleksibilitas Kadang-kadang,
orang tua perlu menjadi ‘pelindung dan pahlawan’, kadang-kadang sebagai teman
dan sahabat, dan pada waktunya nanti sebagai seorang ayah/ibu yang realistis
menerima berbagai kondisi dan keter-batasan. Tentu dibutuhkan kepekaan untuk
itu. Misalnya pada saat sulit, orang tua justru bershenti bersikap sebagai
sahabat dan lebih bertindak sebagai pelindung. Sesudah konfrontasi atau krisis,
tidak peduli berapapun usianya, anak membutuhkan suasana terlindungi. Ia, dan
juga kita, membutuhkan ‘ruang’, yang lebih tenang; kita bisa memberinya dengan
bersikap sebagai pelindung. Misalnya, dengan berbicara tenang, pandang mata
anak. Jangan hujani dengan terlalu banyak pertanyaan. Syukur alhamdulillah,
kebanyakan orang tua sebenamya sudah dibekali naluri untuk ber-tindak peka
seperti ini, meski semata-mata mengandalkan naluri pun tak terlalu tepat.
4. Semaksimal
mungkin menyediakan tiga unsur penting komunikasi yakni; waktu, sentuhan dan
bicara Tiga faktor utama inilah yang menentukan apakah komunikasi orang tua dan
anak akan sehat, apakah anak akan tumbuh kembang normal dan sehat sertasiap
memasuki dunia luas. Apakah ia akan tumbuh menjadi anak yang penuh percaya diri
dan siap menghadapi tantangan, atau anak penakut dan rendah diri. Bahkan
ayah/ibu yang sangat sibuk pun sebenarnya bisa tetap menyediakan waktu yang
cukup bagi anak mereka. Ada teknik-teknik untuk itu; misalnya, dengan memberi
anak beberapa me-nit perhatian yang tak terbagi dalam sehari. Semua orang
memiliki yang disebut skin hunger k’n langer; ra-sa lapar akan sentuhan. Tak perduli
berapa usia kita, kita membutuhkan kasih sayang yang diwujudkan dengan
sen-tuhan. Ini bisa berarti, cubit, sayang, gelitikan, gulat atau ciuman.
Selama masih bisa, sebanyak-banyaknya sentuhan itu pada anak; tidak akan lama
lagi mereka sudah akan merasa malu dicium oleh ayah/ibu mereka. Namun, jangan
berhenti karena mereka malu dicium; sentuh dengan cara lain, misalnya meragkul
bahu atau menggelitik. Pada dasamya, mereka tetap membutuhkannya. Akan halnya
bicara, ba-nyak hal yang bisa diperhati-kan. Misalnya saja, orang tua dapat
berbicara pada anak lewat mendongeng, bacaan ayat suci, nyanyian,
‘goda-menggoda, humor dan lelucon. Berbicara adalah juga mendengar dengan baik
dan peka; membaca raut muka serta pengungkapan isi hati. Berbicara adalah
memuji, mengomeli, sesekali mengancam, menyatakan cinta, menyatakan kesedihan
dan kekecewaan. Berbicara adalah menghargai pendapat anak, memintanya
menghargai pendapat orang lain. Berbicara bicara serius, ringan ataupun sambil
lalu.
5. Menggunakan kreativitas Tidak semua ketrampilan dan
pengetahuan bi diperoleh seketika. Karena itu di-butuhkan keberanian mencoba
dan kreativitas. Dua faktor Bantu orang tua menghadapi berbagai tantangan yang
mungkin tak bisa dicegah, seperti godaan dari luar rumah. Contoh ketika seorang
ibu terpaksa mengambil keputusan pindah dari lingkungan yang sekarang, karena
dirasa tak lagi aman bagi perkembangan anak-anaknya. Bagaimana bila orang tua
merasa ‘terlanjur’ salah dalam berkomunikasi dengan anak? Alhamdulillah, Allah
Ta’ala melengkapi manusia dengan kemampuan melupakan suatu pengalaman buruk dan
bangkit kembali dari kegagalannya. Karena itu, selamat mencoba resep
berkomunikasi dengan anak ini. Semoga Allah memudahkan langkah kita semua.
Dikutip dari Makalah Shanti W:E: Soekanto pada Seminar Sehari Komunikasi
Efektif Orang Tua dan Anak.
klo kursus di ASAS bagaimana??
BalasHapus